??? ???????

Post Top Ad

Your Ad Spot

Sabtu, 28 Oktober 2017

TURKISTAN NEGERI MUSLIM YG HILANG OLEH INVASI CINA


[akankah reklamasi jakarta akan memberi nasib yg sama utk Indonesia..?

Banyak orang tak mengenal negeri Turkistan. Tetapi bagi umat Islam, tak kenal dengan salah satu negeri Islam yang kemasyhurannya hampir menyamai Andalusia, sangatlah aib. Bukankah nama-nama ilmuwan kita berasal dari sana? Al-Bukhari, Al-Biruni, Al-Farabi, Abu Ali Ibnu Sina, dan sejumlah tokoh lainnya yang sampai kini merupakan tokoh-tokoh paling tak terlupakan umat Islam, berasal dari negeri tersebut.

Turkistan terletak di Asia Tengah dengan penduduk mayoritas keturunan Turki, merupakan salah satu benteng kebudayaan dan peradaban Islam. Pada abad ke-16 sampai abad ke-18, bangsa Cina dan Rusia mulai mengerlingkan nafsu angkaranya ke Turkistan dan mulai berfikir tentang kemungkinan untuk melakukan ekspansi teritorial. *Cina mulai bergerak menaklukkan Turkistan Timur dan kemudian merubah namanya menjadi xinjiang,* sementara Turkistan Barat telah lebih dahulu dicaplok Rusia. Dengan berbagai alasan politik, Soviet menghapuskan nama Turkistan dari peta dunia dan memancangkan nama Republik Soviet Uzbekistan, Republik Soviet Turkmenistan, Republik Soviet Tadzhikistan, Republik Soviet Kazakestan, dan Republik Soviet Kirgistan.


Atas aksi ekspansionis tersebut, Turkistan negeri Islam tersebut kini benar-benar telah raib (musnah) dari peta dunia. Penjajah Rusia dan Cina telah memecah-belahnya menjadi negara-negara boneka yang kini termasuk bagian dari Republik Sosialis Unisoviet dan Republik Rakyat Cina, dua komunis terbesar di dunia. 
Komunis Cina telah mengadakan penghancuran total di Turkistan Timur, Agama Islam, umatnya, kebudayaan dan sejarahnya hendak dibumi-hanguskan dengan segala kekejaman yang kelewat batas. Jiwa-jiwa manusia yang semula merdeka dieksploitasi sedemikian rupa sehingga hampir-hampir mustahil sebagai perbuatan manusia.

Tragedi Turkistan kami sajikan di sini dalam bentuk roman yang tetap berpijak pada kejadian sejarah sesungguhnya.

Najib Al-Kailany, seorang sastrawan terkenal dari Mesir menyajikan dengan penuh nuansa, menggugah rasa keprihatinan kita atas nasib yang menimpa saudara-saudara kita yang sangat tertindas.
Demikian buku ini kami sajikan untuk menggugah dan membangkitkan kesadaran negara-negara muslim merdeka untuk turut berpartisipasi memerdekakan nasib suatu bangsa yang tertindas; untuk menyelamatkan umat dan akidah Islam dari penjajahan komunis.

Dengan kemampuannya bercerita dengan menghadirkan fakta-fakta yang nyata terjadi, Najib Al-Kailany seorang sastrawan Mesir yang kemasyhurannya dapat disejajarkan dengan pengarang-pengarang lai, seperti Musthafa Mahmud, Ali Ahmad Baaktsir, dan Toha Husain ini, membuat roman sejarah “Turkistan, Negeri Islam yang hilang”, terasa enak dibaca. Sebagaimana karya-karyanya yang lai, seperti; Nurullah, ‘Amaliqah Minasy-Syamal (Raksasa dari Utara) Sirah Asy-Syuja’ (Perjalanan Hidup Sang Pemberani), Qatilu Hamzah (Pembunuh Hamzah), Dam Lifathir Shuhyun (Setetes Darah untuk Zionis) dan lain-lain, maka “Layaali Turkistan” (Turkistan Negeri Islam yang Hilang) menyodorkan sisi-sisi kehidupan religius yang lekat dan mendalam

*Penindasan China Terhadap Muslim Uighur*

Disamping karena memiliki kekayakan sumberdaya alam yang melimpah mulai dari minyak, batubara, dan gas alam, letak Xinjiang yang strategis membuat penguasa China selalu menekan masyarakat Uighur dari masa ke masa. Ada berbagai macam bentuk diskriminasi dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap Muslim Uighur.

Pada tahun 1990, pemerintah China melarang pembangunan masjid dan madrasah. Hal ini berujung pada konflik kekerasan antara umat Muslim di Xinjiang dengan pemerintah, sebagaimana kata Anshari Thayib, dalam buku Islam di China.

Pemerintah China juga menerapkan kebijakan Srtike Hard yaitu memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, membatasi pergerakan orang, dan menahan orang yang dicurigai mendukung gerakan separatis, pada tahun 1996. (lihat: “Uighur tolak kebijakan China)

Pada bulan Juli 2009, konflik kekerasan besar terjadi dengan melibatkan antara warga suku Uighur dengan suku Han di Urumqi, ibukota Xinjiang. Penyebabnya karena suku Uighur menolak pelarangan-pelarangan dari pemerintah China di Xinjiang dan adanya perbedaan perlakuan terhadap suku Uighur dan suku Han.

Akibat peristiwa ini, 197 orang tewas, 1700 orang terluka, dan 1434 Muslim Uighur diculik serta dihukum oleh pemerintah China. (lihat: Muslim Jadi Korban Kerusuhan Di China, 156 Tewas dan 800 Luka-luka)

Perlakuan tidak adil semakin ditampakkan oleh pemerintah China ketika Beijing melarang Muslim Uighur berpuasa. Kebijakan pemerintah itu dilaksanakan dengan memaksa perusahaan-perusahaan swasta supaya menawarkan makan siang selama bulan puasa kepada karyawan Muslim Uighur. Bagi yang menolak makan diancam kehilangan bonus tahunan serta pekerjaan.

Pemerintah juga memaksa sekolah-sekolah menyediakan makan siang selama bulan puasa dan melarang siswa dibawah 18 tahun untuk berpuasa dan beribadah. Pemerintah juga memaksa restoran untuk tetap buka sepanjang hari. (lihat: Masya Allah, Muslim Uighur China Dilarang Puasa Selama Ramadhan)

Pemerintah China juga membatasi Muslim Uighur yang ingin beribadah ke masjid dan shalat Jumat berjamaah harus mendaftar dengan kartu identitas nasional mereka. Umat Muslim juga diminta menandatangani semacam surat tanggung jawab yang isinya berjanji untuk tidak berpuasa dan shalat tarawih atau kegiatan keagamaan lainnya selama bulan Ramadhan. (lihat: Pemerintah China Larang Sholat Jum’at di Xinjiang)

Pemerintah juga memasang 17.000 kamera pengintai di Urumqi untuk mengawasi setiap kegiatan Muslim Uighur.

Muslim Uighur juga sulit untuk melaksanakan ibadah haji karena tidak bisa mendapat paspor. Proses pembuatan paspor dipersulit dan pemerintah China juga membatasi biro perjalanan haji. (lihat: Muslim Uighur Dipersulit Pergi Haji)

Kesejahteraan ekonomi antara Muslim Uighur dengan suku China Han juga sangat jauh jaraknya. Suku Han mendapat gaji empat kali lebih besar daripada suku Uighur meskipun pekerjaannya sama.

Dikarenakan penindasan dan penjajahan pemerintah komunis China terhadp Muslim Uighur itulah, maka wajar muncul perlawanan dari kaum muslim Uighur. Perlawanan Muslim Uighur bukan lantas menjadikan pemerintah China lebih memperhatikan mereka, namun justru menjadi pembenar untuk semakin menindas muslim Uighur.

Amnesti Internasional mengkritik keras kebijakan pemerintah China yang menggunakan pendekatan kekerasan terhadap kaum muslim Uighur dengan berlindung di balik tuduhan terorisme. Sampai kapan akhir kezaliman pemerintah China terhadap Muslim Uighur berakhir?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot

???????